Wednesday, May 9, 2012

Bule


Tawaran proyek lagi-lagi datang. Panggilan ini yang memaksanya untuk beranjak dari kursi malas dan layar computer yang terus menyala. Dengan mobil sedan hitam keluaran pabrik jepang ia menjajaki jalan-jalan raya berbalut aspal. Alamatnya sulit sekali sama dengan medannya. Dari yang tadi nya mulus berlapis aspal sampai jalan lubang lapis tanah merah. Seperti saat muda dulu, off road.

Aku kenal dia sudah 17 tahun lamanya. Tak banyak berubah. Hanya saja tambah keriput dan tambah putih kepalanya. Diam-diam aku selalu mengangguminya. Ia kuat tapi lembut. Ia cerdas tapi konyol. Hidupnya keras tapi tetap senyum. Ia dewasa tapi nonton kartun. Ia kadang bisa jadi bapak bisa juga jadi adik tapi dia selalu jadi teman.
Tanpa banyak ah uh ia turun dari mobil, liat sekeliling, survey ceritanya. Dengan tablet pc nya yang terlalu besar untuk jadi handphone dan terlalu kecil untuk tablet ia mengabadikan tempat itu. Disimpannya agar ia menguasai daerah itu dan tahu apa yang harus dibangun di tempat seperti itu. Biasa, kerjaan arsitek.

Anak-anak kampong bersepeda ria. Sekitar 3 sampai empat kawanan berhenti melihatnya lalu berbisik, “gile ada bule!” tidak yakin itu bisikan atau raungan. Teman lainnya ikut sahut “iya lagi suting lagi tuh” tidak yakin itu hardik atau puji.
Lucu sekali kalau mereka mengetahui dia sunda tulen peranakan ciamis dan tasikmalaya. Orang asli Indonesia yang kalau belum makan nasi tidak afdol dan yang kalau di rumah berpakaian tidak senonoh singlet dan kolor setengah paha.

Masih mau dibilang bule?

No comments:

Post a Comment